PERKEMBANGAN
ASTRONOMI MODERN
1.
PENGERTIAN DASAR ASTRONOMI
Astronomi, yang
secara etimologi berarti "ilmu bintang" (dari Yunani: άστρο, +
νόμος), adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang
terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi,
sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar
Bumi), juga proses yang melibatkan mereka. Astronomi adalah salah satu di
antara sedikit ilmu pengetahuan di mana amatir masih memainkan peran aktif,
khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan fenomena sementara. Astronomi
jangan dikelirukan dengan astrologi, ilmu semu yang mengasumsikan bahwa takdir
manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun
memiliki asal-muasal yang sama, kedua bidang ini sangat berbeda; astronom
menggunakan metode ilmiah, sedangkan astrolog tidak.
2.
CABANG-CABANG ILMU ASTRONOMI
Ada beberapa pengklarifikasian dalam
ilmu astronomi sebagai berikut :
•
Astrometri:
cabang ilmu Astronomi yang mempelajari hubungan geometris benda-benda angkasa,
meliputi: kedudukan benda-benda angkasa, jarak benda angkasa yang satu dengan
yang lain, ukuran benda angkasa, rotasi dan revolusinya.. Mendefinisikan sistem koordinat
yang dipakai dan kinematika dari benda-benda di galaksi kita.
•
Kosmologi:
penelitian alam semesta sebagai seluruh dan evolusinya.
•
Fisika
galaksi: penelitian struktur dan bagian galaksi kita dan galaksi lain.
•
Astronomi
ekstragalaksi: penelitian benda (sebagian besar galaksi) di luar galaksi kita.
•
Pembentukan
galaksi dan evolusi: penelitian pembentukan galaksi, dan evolusi mereka.
•
Ilmu
planet: penelitian planet dan tata surya.
•
Fisika
bintang: penelitian struktur bintang.
•
Evolusi
bintang: penelitian evolusi bintang dari pembentukan mereka sampai akhir mereka
sebagai bintang sisa.
•
Pembentukan
bintang: penelitian kondisi dan proses yang menyebabkan pembentukan bintang di
dalam awan gas, dan proses pembentukan itu sendiri.
3.
SEJARAH
PERKEMBANGAN ASTRONOMI MODERN
Sistem Copernicus yang baru tentang alam semesta
menempatkan matahari sebagai pusat alam semesta, serta terdapat tiga jenis
gerakan bumi. Tiga jenis gerakan bumi itu adalah gerak rotasi bumi (perputaran
bumi pada porosnya),gerak revolusi (gerak bumi mengelilingi matahari) dan suatu
girasi perputaran sumbu bumi yang mempertahankan waktu siang dan malam sama
panjangnya.Teori Copernicus tersebut ditulis tangan dan diedarkan di antara
kawan-kawannya pada tahun 1530.Teori Copernicus menjadi semakin terkenal dan
menarik perhatian seorang ahli matematika dari wittenberg bernama George
Rheticus (1514-1576). Rheticus kemudian belajar bersama Copernicus dan pada
tahun 1540 menerbitkan buku tentang teori Copernicus.Akhirnya Copernicus
menerbitkan hasil karyanya sendiri pada tahun 1543 berjudul On the Revolutions
Of the Celestial Orbs.
Buku copernicus dicetak di Nuremberg, pada awalnya di
bawah supervisi Rheticus, kemudian dilanjutkan di bawah supervisi Andreas
Osiander, seorang pastor Lutheran. Osiander menambahkan kata pengantar untuk
karya Copernicus dengan menyatakan bahwa teori yang baru itu tidak harus
benar,dan dapat dipandang semata-mata sebagai suatu kecocokan metode matematis
tentang benda-benda langit.Copernicus sendiri tidak berpendapat begitu. Ia
berpendapat bahwa sistem semesta yang dikemukakannya adalah nyata.
Copernicus berpendapat bahwa sistem yang dikemukakan oleh
ptolemous ‘tidak cukup tepat, tidak cukup memuaskan pikiran’, karena ptolemous
beranjak langsung dari karya kelompok Pythagoras. Untuk menjelaskan gerakan
benda-benda langit, ptolemous menganggap bahwa benda-benda langit itu bergerak
melingkar dengan kecepatan angular yang tidak sama relatif terhadap pusatnya,
kecepatan anguler itu hanya sama terhadap titik di luar pusat lingkaran itu.
Menurut copernicus, asumsi itu merupakan kesalahan pokok dari sistem ptolemous.
Akan tetapi hal ini bukan hal pokok yang dikemukakan oleh copernicus. Kritik
utama yang dikemukakan oleh copernicus kepada para ahli astronomi pendahulunya
adalah, dengan menggunakan aksioma-aksiomanya, mereka telah gagal menjelaskan
gerakan benda-benda langit yang teramati dan juga teori-teori yang mereka
kembangkan melibatkan sistem yang rumit yang tidak perlu. Copernicus menilai
para pendahulunya dengan mengatakan : “di dalam metode yang dikembangkan,
mereka telah mengabaikan hal-hal penting atau menambahkan hal-hal yang tidak
perlu”.
Copernicus memusatkan perhatian pada hal yang terakhir.
Ia melihat bahwa para leluhurnya telah menambahkan tiga gerakan bumi untuk
setiap benda langit agar sampai pada kesimpulan bahwa bumi berada diam di pusat
putaran. Ketiga lingkaran tersebut telah ditambahkan untuk setiap benda langit
di dalam sistem geometris bangsa Yunani untuk menjelaskan gerakan benda-benda
langit dengan bumi sebagai pusatnya. Copernicus berpendapat bahwa
lingkaran-lingkaran tersebut tidak diperlukan dengan berpendapat bahwa bumi
berputar pada sumbuhnya setiap hari dan bergerak melintasi orbitnya mengitari
matahari setiap tahun. Dengan cara demikian, Copernicus mengurangi jumlah
lingkaran yang diperlukan untuk menjelaskan gerakan benda-benda langit.
Di dalam sistem Copernicus, bumi berputar mengitari
matahari, seperti planet-planet lainnya. Bumi menjalani gerakan yang seragam
dan melingkar sebagai benda langit, suatu gerakan yang sejak lama diyakini
sebagai gerakan yang sempurna. Lebih jauh, copernicus menekankan kesamaan
antara bumi dengan benda-benda langit lainnya bahwa semuanya memiliki
gravitasi. Gravitasi ini tidak berada di langit, melainkan bekerja pada materi,
seperti bumi dan benda-benda langit memiliki gaya ikat dan mempertahankannya
dalam suatu lingkaran yang sempurna. Untuk hal ini penjelasan copernicus agak
berbau teologis : “menurut saya gravitasi tidak lain daripada suatu kekuatan
alam yang diciptakan oleh pencipta agar supaya semuanya berada dalam kesatuan
dan keutuhan. Kekuatan seperti itu mungkin juga dimiliki oleh matahari, bulan
dan planet-planet agar semuanya tetap bundar”
Dengan sistem Copernicus, perhitungan astronomi dibuat
menjadi lebih mudah, karena melibatkan jumlah lingkaran yang lebih sedikit.
Tetapi prakiraan posisi planet-planet dan perhitungan lainnya tidak lebih tepat
daripada dihitung dengan menggunakan sistem ptolemous, keduanya masih memiliki
kesalahan sekitar satu persen. Selanjutnya terdapat keberatan-keberatan
terhadap sistem Copernicus. Pertama, dan mungkin tidak terlalu serius ketika
itu, adalah kenyataan bahwa pusat tata surya tidak tepat berada pada matahari.
Copernicus menempatkan pusat tatasurya pada pusat orbit bumi, yang tidak persis
berada pada matahari, untuk menjelaskan perbedaan panjang musim-musim. Beberapa
filsuf berpendapat bahwa pusat tata surya haruslah berada pada suatu obyek
nyata, meskipun banyak juga yang menerima bahwa titik geometris dapat dipakai
sebagai pusat tatasurya. Selanjutnya, para pendukung aristoteles berpendapat
bahwa gravitasi bekerja ke arah titik geometris tersebut, sebagai pusat
tatasurya, yang tidak harus sama dengan pusat bumi.
Keberatan kedua, yang lebih serius, menyatakan bahwa bila
bumi berputar, maka udara cenderung tertinggal di belakang, hal ini akan
menimbulkan angin yang arahnya ke timur. Copernicus memberikan dua jawaban
untuk keberatan timur. Pertama, yang merupakan suatu jenis penjelasan abad
pertengahan, yaitu udara berputar bersama-sama dengan bumi karena udara berisi
partikel-partikel bumi yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan bumi. Maka
bumi menarik udara berputar bersama-sama dengan bumi karena udara bersisi
partikel-partikel bumi. Maka bumi menarik udara berputar dengan bumi. Jawaban
kedua yang bersifat modern, udara berputar tanpa hambatan karena udara
berdampingan dengan bumi yang terus menerus berputar. Keberatan yang sama
adalah apabila sebuah batu dilemparkan ke atas maka batu itu akan tertinggal
oleh bumi yang berputar, sehingga kalau batu itu jatuh akan berada di sebelah
barat proyeksi batu itu. Untuk keberatan ini, copernicus menjawab ‘karena benda-benda
yang ditarik ke tanah oleh beratnya adalah terbuat dari tanah, maka tidak
diragukan bahwa benda-benda itu memiliki sifat yang sama dengan bumi secara
keseluruhan, sehingga berputar bersama-sama dengan bumi’
4.
KONTRIBUSI
ILMUWAN MUSIM DALAM BIDANG ASTRONOMI
Copernicus sebagai penemu ilmu
astronomi modern. Selain itu, tokoh-tokoh astronomi Eropa lainnya seperti
Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa
Al-Batani ( salah satu Ilmuwan Astronomi Islam ). Astronomi Islam Setelah
runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi pada abad pertengahan, maka kiblat
kemajuan ilmu astronomi berpindah ke bangsa Arab. Astronomi berkembang begitu
pesat pada masa keemasan Islam (8 - 15 M). Karya-karya astronomi Islam
kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab dan dikembangkan para ilmuwan di Timur
Tengah, Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.
Salah satu bukti dan pengaruh astronomi
Islam yang cukup signifikan adalah penamaan sejumlah bintang yang menggunakan
bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Altair, Alnitak, Alnilam, Mintaka (tiga
bintang terang di sabuk Orion), Aldebaran, Algol, Altair, Betelgeus.
Selain itu, astronomi Islam juga
mewariskan beberapa istilah dalam `ratu sains' itu yang hingga kini masih
digunakan, seperti alhidade, azimuth, almucantar, almanac, denab, zenit, nadir,
dan vega. Kumpulan tulisan dari astronomi Islam hingga kini masih tetap
tersimpan dan jumlahnya mencapaii 10 ribu manuskrip. Ahli sejarah sains, Donald
Routledge Hill, membagi sejarah astronomi Islam ke dalam empat periode. Periode
pertama (700-825 M) adalah masa asimilasi dan penyatuan awal dari astronomi
Yunani, India dan Sassanid. Periode kedua (825-1025) adalah masa investigasi
besar-besaran dan penerimaan serta modifikasi sistem Ptolomeus. Periode ketiga
(1025-1450 M), masa kemajuan sistem astronomi Islam. Periode keempat (1450-1900
M), masa stagnasi, hanya sedikit kontribusi yang dihasilkan.
Sejumlah, ahli astronomi Islam pun
bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus
Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi
benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-Khawarizmi,
banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan
baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana. Ahli
astronomi lainnya, seperti Al-Batanni banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus
mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan
gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan
matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai lamanya setahun
matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom Islam juga merevisi orbit
bulan dan planet-planet. Al-Battani mengusulkan teori baru untuk menentukan
kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengubah
sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam)
menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga
berjumlah 24 jam. Buku fenomenal karya Al-Battani pun diterjemahkan Barat.
Ilmuwan Islam begitu banyak memberi
kontribusi bagi pengembangan dunia astronomi. Buah pikir dan hasil kerja keras
para sarjana Islam di era tamadun itu diadopsi serta dikagumi para saintis
Barat. Inilah beberapa ahli astronomi Islam dan kontribusi yang telah
disumbangkannya bagi pengembangan `ratu sains' itu.
1.
Al-Battani
(858-929)
Sejumlah karya
tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling
populer adalah al-Zij al-Sabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan
para ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Battani meninggal
dunia. Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang
matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan
planet-planet tertentu. Al-Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung
gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi
astronomi modern yang berkembang kemudian di Eropa.
2.
Al-Sufi
(903-986 M)
Orang Barat
menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman as-Sufi. Al-Sufi
merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi
besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga
pergerakan matahari. Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi
menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan
warnanya. Ia juga ada menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa
digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu
satu cara penggunaannya.
3.
Al-Biruni
(973-1050 M)
Ahli astronomi yang satu ini, turut
memberi sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman Renaissance. Ia telah
menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Pada zaman itu, Al-Biruni juga
telah memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara
saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35
diantaranya didedikasikan untuk bidang astronomi.
4. Ibnu
Yunus (1009 M)
Sebagai bentuk pengakuan dunia
astronomi terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan
bulan. Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang dinamakan Ibn Yunus. Ia
menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M untuk memperhatikan
benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga
berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan
mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.
5. Al-Farghani
Nama lengkapnya Abu'l-Abbas Ahmad ibn
Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam
bidang astronomi yang amat dikagumi. Beliau adalah merupakan salah seorang ahli
astronomi pada masa Khalifah Al-Ma'mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan
menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi
itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm
al-Nujum tentang kosmologi.
6.
Al-Zarqali (1029-1087 M)
Saintis
Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada
setem di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap
penciptaan astrolabe yang lebih baik. Beliau telah menciptakan jadwal Toledan
dan juga merupakan seorang ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks
bernama Safiha.
7.
Jabir Ibn Aflah (1145 M)
Sejatinya
Jabir Ibn Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematik Islam berbangsa
Spanyol. Namun, Jabir pun ikut memberi warna da kontribusi dalam pengembangan
ilmu astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama
yang menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan
menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer
adalah Kitab al-Hay'ah.
5.
PERKEMBANGAN
ILMU ASTRONOMI PADA ZAMAN MODERN
Para pakar astronomi pada zaman
sekarang sudah mulai meneliti keadaan planet-planet luar angkasa dengan
menerbangkan beberapa astronot untuk melakukan obserfasi ke planet-planet
sebagai salah satu contohnya adalah planet mars. Planet merah (Mars) merupakan
planet yang mendapatkan konsentrasi penuh dari para astronom. Bahkan mereka
sampai membuat sebuah robot yang mampu menelusuri dataran Mars. Nasa Phoenix
berhasil mendarat di Mars pada bulan Mei lalu. Dari sinilah diketahui bahwa
planet Mars mampu dihidupi oleh manusia karena terdapat sumber air di dalamnya.
6.
PERKEMBANGAN ILMU ASTRONOMI DI
INDONESIA
Mulai abad
ke 18, perjalanan Astronomi Indonesia telah beranjak ke arah yang lebih
empiris. Pada masa itu, masyarakat dunia belum tahu jarak Bumi-Matahari.
Halley, yang telah menemukan cara untuk menentukan paralaks Matahari,
membutuhkan pengamatan di tempat yang berbeda-beda. Dengan menggunakan hukum
Kepler, ia telah menghitung akan terjadinya transit Venus pada tahun 1761 dan
1769. Dan pengamatan fenomenal itu dilakukan di Batavia (Jakarta), di sebuah
Planetarium pribadi milik John Mauritz Mohr, seorang pendeta Belanda kelahiran
Jerman. Selain Mohr, Astronom Perancis De Bougainvile juga melakukan pengamatan
transit Venus pada tahun 1769. Indonesia, yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke hanya memiliki sedikit sekali fasilitas astronomi. Hampir semua
kegiatan astronomi terpusat di Observatorium Bosscha dan Planetarium Jakarta.
Ide pembuatan observatorium di daerah-daerah terpencil sudah ada sejak dulu.
Yang sudah mulai berjalan seperti Planetarium di Palembang dan Tenggarong,
Kalimantan. Juga adanya rencana menjadikan Pulau Biak sebagai tempat peluncuran
satelit. Para pecinta Astronomi dan masyarakat Indonesia pada umumnya, memiliki
mimpi agar dapat dibangun lagi observatorium-observatroium di daerah-daerah
ataupun pulau-pulau terpencil lainnya. Selain belum banyak terjamah manusia,
hingga tingkat polusinya kecil dan memungkinkan untuk melihat langit sangat
cerah, pembangunan fasilitas astronomi itu juga menjadi sebuah ajang penyebaran
pendidikan sains yang tentunya dapat mengurangi tingkat kebodohan masyarakat
Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan para pecinta
Astronomi dapat bekerja sama dalam menyebarkan ilmu astronomi. Dengan
tersedianya fasilitas media yang cukup banyak, keinginan adanya majalah atau
tabloid astronomi tentunya mimpi yang harus diwujudkan. Kesediaan pemerintah
untuk menyokong dana riset ataupun kegiatan keilmuan ini juga sangatlah
diharapkan.
No comments:
Post a Comment